Kalau Trader Forex Profit, Siapa Yang Rugi?

Trader tentu bahagia ketika mendapatkan cuan yang berlimpah. Namun apakah benar-benar tidak ada pihak yang dirugikan dalam aktivitas trading forex?

Kalau semua orang dapat menghasilkan profit dari trading forex, tentu trader akan merasa senang. Broker juga riang karena memperoleh pendapatan komisi dari nasabahnya.

Rasanya tidak ada pihak yang merasa dirugikan akan keuntungan trader. Namun, benarkan demikian? Orang-orang yang sangsi bisa jadi berkomentar, mana mungkin ada keuntungan yang tidak disertai dengan kerugian.

Jika kita lihat secara lebih detail lagi, keuntungan yang didapatkan trader forex bersumber dari selisih dari harga jual dan harga beli mata uang dalam pertukaran valas.

Apabila trader mampu memperkirakan dengan tepat apakah kurs akan menguat atau melemah, maka ia akan memperoleh profit melimpah

Tapi nyatanya, banyak faktor yang membuat trader seringkali tidak mampu meraup keuntungan sesuai harapan. Kondisi psikologis dan sumber daya modal saja sudah pasti berbeda antar trader. Rasanya tidak mungkin kalau trader bisa profit semua.

Nah, kalau dilihat fakta, memang ada kalanya loss (rugi), ada kalanya pula profit (untung). Dalam upaya jatuh-bangun untuk memperoleh keuntungan itu, para trader secara tidak sadar telah mempengaruhi perekonomian. Khususnya karena aktivitas trader berkaitan dengan nilai tukar mata uang .

Pelaku Ekspor Impor

Bagi orang-orang yang terjun ke dalam dunia ekspor impor biasanya akan mengeluh bila terjadinya penguatan atau penurunan kurs secara signifikan.

Ekspor adalah kegiatan menjual barang dan jasa ke negara lain. Sedangkan impor adalah kegiatan membeli barang dan jasa dari negara lain. Pelaku ekspor impor inilah yang paling terkena imbas dari terjadinya penguatan atau pelemahan kurs.

Ketika kurs mata uang suatu negara naik, para importir di negara tersebut akan merasa gembira. Mengapa? karena importir dapat membeli barang dari luar negeri dengan harga yang cukup murah.

Tapi para eksportir akan kecewa karena harga barang yang dilepas ke pasar luar negeri menjadi terlalu mahal, sehingga pihak luar negeri bisa jadi bakal ogah membeli barang dari negara kita.

Begitu terjadi sebaliknya ketika kurs mata uang turun, giliran para eksportir akan senang sekali dapat menjual barang dengan daya saing tinggi di luar negeri.

Mereka tentu akan mendapatkan keuntungan yang berlimpah. Tapi para importir akan merasa barang dari luar negeri terlalu mahal, sehingga harga barang di dalam negeri terpaksa dinaikkan. Di mata konsumen, kenaikan harga-harga ini dapat menyebabkan inflasi

Negara dan Masyarakat Luas

Ketika terjadi kenaikan kurs mata uang yang berdampak pada makin mahalnya harga produk kita yang diekspor ke negara lain, maka barang bisa jadi tidak laku lagi.

Konsumen mancanegara lebih memilih produk dari negara yang mampu memasok produk yang sama dengan harga lebih murah, kemungkinan juga karena nilai tukar negara pesaing itu lebih lemah.

Hal ini akan berpengaruh kepada pabrik dan orang-orang yang memproduksi barang dan jasa tersebut. Barang tidak laku, biaya tenaga kerja harus dibayar, sedangkan tagihan harus dilunasi.

Inilah sebabnya mengapa bank sentral dari negara-negara maju seperti Jepang dan Swiss sering melakukan intervensi agar nilai tukar-nya melemah.

Umpama bank sentral tidak melakukan intervensi, maka mereka bisa jadi kehilangan pangsa pasar ekspor karena konsumen mancanegara lebih memilih produk yang lebih terjangkau dari negara-negara seperti Tiongkok.

Skenario sebaliknya justru berlaku bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia. Ketika kurs mata uang melemah terlalu parah, perusahaan swasta dan pemerintah akan kalang kabut karena mereka harus mengeluarkan uang lebih banyak untuk membayar utang luar negeri dan barang-barang impor. Oleh karena itu, bank sentral akan melakukan intervensi untuk memperkuat nilai tukar-nya.

Informasi Aplikasi Terbaik Bisa Kunjungi Link Berikut Ini

klik di sini